The Vintage Book Chapter 2 : Note to Myself part 3
"HAPPY NEW YEAR UNTUK KALIAN SEMUA!!"
~
Ternyata sebuah kamera! Wah, baru kali ini aku melihat kamera melayang seperti ini. Bentuknya bulat dan berwarna putih bergaris merah! Bagus sekali.
" Hei, lihat! Ini kamera melayang! Baru sekarang aku bisa melihatnya lebih lama. Ternyata bagus sekali ya!," ucapku sembari menunjukkannya pada North Dwiana. Ia hanya tersenyum dan ikut memegang kamera melayang tersebut.
Kira-kira, darimana ya cahaya itu keluarnya? Aku akan melihat lebih detail untuk melihatnya. Karena, ketika aku menyentuh kameranya, tiba-tiba saja cahayanya mati. Mungkin karena teknologi touch screen?
" Aku pernah melihat ini sebelumnya saat aku liburan di distrik Utara," ucap North Dwiana memulai ceritanya. Aku yang suka mendengarkan cerita langsung menyiapkan posisi agar ceritanya terdengar.
" Sumigde, 27 Novimbina 3016. Tepatnya kemarin, jam sepuluh pagi. Pada saat itu, keluargaku akan pergi ke suatu tempat, mereka tidak memberitahuku akan pergi kemana tepatnya, tapi mereka bilang, akan pergi ke rumah seseorang. Jadi, aku sendirian di rumah.
Karena aku merasa kesepian, aku memutuskan untuk menonton film di ruang keluarga dan kebetulan, film itu membuatku sedih. Ketika itu, tiba-tiba aku merasa dingin sekali di rumah. Aku pikir, AC di rumahku terlalu dingin, jadi aku menghangatkannya beberapa celcius. Namun, tak ada yang berubah.
Daripada kedinginan, lebih aku mengambil jaket dulu ke kamarku dan memakainya. Lalu, aku melanjutkan menonton film.
Aku sempat merasa kalau ada sesuatu yang sedang melihatku dari belakang, tapi ketika aku menengok ke belakang, hanya ada awan putih.
Ketika filmnya berakhir, tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu rumah. Kupikir itu temanku yang ada disebelah rumah. Namun, setelah aku membuka pintunya, semuanya seolah berubah. Aku menjadi tahu sesuatu yang tidak akan pernah aku tahu.
Ada seorang perempuan berdiri di depan pintu dan ia memakai kalung berliontin permata merah bagaikan api. Aku langsung terpesona dengan kalungnya - aku tidak peduli dengan perempuannya - karena kalung itu pasti mahal.
Aku menanyakan ada apa padanya. Dan ia bercerita padaku kalau aku adalah orang yang bisa mengendalikan 1/8 power. Dan ia menyebut itu dengan sebutan Powerful. Awalnya aku mengira bahwa ia adalah orang gila. Tapi, ia berbicara soal udara. Bagaimana cara aku mengendalikan udara, dan lain-lain.
Aku bertanya, apa maksud dari mengendalikan udara itu. Ia menjelaskan kalau sebenarnya, ketika emosiku tidak stabil, udara disekitarku akan mengikuti emosiku sendiri. Seperti saat aku merasa sedih, udarapun akan ikut sedih. Mereka akan menjadi dingin.
Ia juga bilang kalau ia suka film yang membuat dirinya sedih. Ia tahu kalau aku kedinginan dan mengambil jaket dari kamarku.
Aku kaget dan menanyakan hal itu. Darimana ia bisa melihatku.
Dan, ia menunjukkan benda itu padaku. Ia bilang, ia mengawasiku dari belakang sedari aku ditinggal keluargaku.
Aku bertanya padanya, untuk apa ia mengawasiku seperti itu. Jawaban dia mengejutkanku.
'Organisasi jahat akan membunuhmu kalau mereka tahu kamu satu dari ribuan Powerful' ucapnya dengan wajah yang mengerikan dan menakut-nakutiku.
Lalu, ia berpamitan padaku dan memberiku sebuah buku tentang mempelajari udara. Sebelum dia pergi, aku menanyakan namanya. Ia bilang, namanya adalah Dwistas. Hampir mirip denganku namanya.
Mungkin saja, ini milik Dwistas. Tapi, yang ini bergaris merah. Waktu itu, seingatku tidak bergaris merah. Tapi mungkin saja milik Dwistas," akhirnya cerita North Dwiana selesai. Aku yang asik mendengarkannya bertepuk tangan dan langsung menyelidiki lagi. North ikut menyelidiki kamera itu.
Kamera ini lumayan kecil, tapi bisa mengeluarkan cahaya yang cukup besar. Kamera ini juga memiliki lensa yang banyak, tapi sangat tipis, sehingga kamera ini sangat tipis dan ringan. Aku ingin satu, tapi terlalu mahal.
" Halo?," tiba-tiba, ada orang yang berdiri di depan kami berdua dan kamipun kaget. Aku kaget sekali, tapi sepertinya North Dwiana tidak.
" Dwistas?," tanya North Dwiana dengan dramatis. Aku yang kaget ingin kaget lagi, tapi malu ah di depan orang baru :v.
" Hai North Dwiana! Baru kemarin kita bertemu. Sekarang kita ketemu lagi. Kamu sudah bisa mengendalikan itu kan?," tanya Dwistas dengan tersenyum riang.
" Oh ya, hehe, baru sedikit yang kupelajari. Tapi aku sudah terbiasa, jadi dengan sendirinya bisa terkontrol," jawab North Dwiana dengan tersenyum - cengengesan sepertinya.
Dwistas tertawa dengan senang karena sepertinya ia berhasil mengajar anak didiknya (?). Aku yang melihat mereka berdua hanya geleng-geleng kepala. Jujur saja, kekuatan udara? Mengendalikan udara? Wah, hebat sekali.
" Aku hampir lupa, perkenalkan, East Luminosa! Sang Luminosa baik hati," ucapnya sembari memperkenalkan aku pada Dwistas. Aku mengulurkan tanganku padanya dan dia menerima.
" Aku Dwistas Onimul. Salam kenal," ucapnya tersenyum padaku dan sepertinya ia melihat kalungku dengan terpana.
Oh tunggu dulu, sepertinya aku pernah melihat dia. Tapi, aku tak bisa mengingatnya. Apa mungkin, mimpi itu! Mimpi di hari itu! Dwistas Onimul!
Tapi, aku jadi teringat seseorang. Siapa ya?
" East Luminosa. Salam kenal juga," ucapkan dengan tersenyum.
" Kamu suka kalungku ya?," tanyaku dengan tersenyum. Ia mengangguk dan memintaku untuk melepaskan kalungku karena ia ingin melihatnya.
" kamu dapat kalung ini darimana?," tanyanya dengan terpana. Aku hanya menjawab kalau itu dari Ibuku. Aku menceritakan padanya, waktu itu, aku ingin kalung itu karena menurutku itu lucu sekali.
" Ibumu bernama Shelle kan?," tanyanya dengan tersenyum. Dia tahu darimana? Apa mungkin dari komputernya itu?
" iya. Namanya Shelle. Ada apa?," tanyaku dengan pura-pura tidak tahu apa-apa. Ia hanya menggelengkan kepalanya dan mengembalikan kalung itu padaku.
" orang-orangnya sudah terkumpul semua kata Southeast Dasa. Sekarang, kita pergi ke hutan dekat Sekolah dan berkumpul disana," ajak Dwistas dengan menarik tanganku dan tangan North Dwiana. Kami berlari dengan cepat dan cantik manjah - maafkan Kenya :'V.
" Dwistas," ucapku dengan melirik Dwistas. Ia melirik padaku dengan terengah-engah.
" Ada yang ingin kutanyakan,"
~

THE VINTAGE BOOK
CHAPTER 2
NOTE TO MYSELF
PART 3
" Hei, lihat! Ini kamera melayang! Baru sekarang aku bisa melihatnya lebih lama. Ternyata bagus sekali ya!," ucapku sembari menunjukkannya pada North Dwiana. Ia hanya tersenyum dan ikut memegang kamera melayang tersebut.
Kira-kira, darimana ya cahaya itu keluarnya? Aku akan melihat lebih detail untuk melihatnya. Karena, ketika aku menyentuh kameranya, tiba-tiba saja cahayanya mati. Mungkin karena teknologi touch screen?
" Aku pernah melihat ini sebelumnya saat aku liburan di distrik Utara," ucap North Dwiana memulai ceritanya. Aku yang suka mendengarkan cerita langsung menyiapkan posisi agar ceritanya terdengar.
" Sumigde, 27 Novimbina 3016. Tepatnya kemarin, jam sepuluh pagi. Pada saat itu, keluargaku akan pergi ke suatu tempat, mereka tidak memberitahuku akan pergi kemana tepatnya, tapi mereka bilang, akan pergi ke rumah seseorang. Jadi, aku sendirian di rumah.
Karena aku merasa kesepian, aku memutuskan untuk menonton film di ruang keluarga dan kebetulan, film itu membuatku sedih. Ketika itu, tiba-tiba aku merasa dingin sekali di rumah. Aku pikir, AC di rumahku terlalu dingin, jadi aku menghangatkannya beberapa celcius. Namun, tak ada yang berubah.
Daripada kedinginan, lebih aku mengambil jaket dulu ke kamarku dan memakainya. Lalu, aku melanjutkan menonton film.
Aku sempat merasa kalau ada sesuatu yang sedang melihatku dari belakang, tapi ketika aku menengok ke belakang, hanya ada awan putih.
Ketika filmnya berakhir, tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu rumah. Kupikir itu temanku yang ada disebelah rumah. Namun, setelah aku membuka pintunya, semuanya seolah berubah. Aku menjadi tahu sesuatu yang tidak akan pernah aku tahu.
Ada seorang perempuan berdiri di depan pintu dan ia memakai kalung berliontin permata merah bagaikan api. Aku langsung terpesona dengan kalungnya - aku tidak peduli dengan perempuannya - karena kalung itu pasti mahal.
Aku menanyakan ada apa padanya. Dan ia bercerita padaku kalau aku adalah orang yang bisa mengendalikan 1/8 power. Dan ia menyebut itu dengan sebutan Powerful. Awalnya aku mengira bahwa ia adalah orang gila. Tapi, ia berbicara soal udara. Bagaimana cara aku mengendalikan udara, dan lain-lain.
Aku bertanya, apa maksud dari mengendalikan udara itu. Ia menjelaskan kalau sebenarnya, ketika emosiku tidak stabil, udara disekitarku akan mengikuti emosiku sendiri. Seperti saat aku merasa sedih, udarapun akan ikut sedih. Mereka akan menjadi dingin.
Ia juga bilang kalau ia suka film yang membuat dirinya sedih. Ia tahu kalau aku kedinginan dan mengambil jaket dari kamarku.
Aku kaget dan menanyakan hal itu. Darimana ia bisa melihatku.
Dan, ia menunjukkan benda itu padaku. Ia bilang, ia mengawasiku dari belakang sedari aku ditinggal keluargaku.
Aku bertanya padanya, untuk apa ia mengawasiku seperti itu. Jawaban dia mengejutkanku.
'Organisasi jahat akan membunuhmu kalau mereka tahu kamu satu dari ribuan Powerful' ucapnya dengan wajah yang mengerikan dan menakut-nakutiku.
Lalu, ia berpamitan padaku dan memberiku sebuah buku tentang mempelajari udara. Sebelum dia pergi, aku menanyakan namanya. Ia bilang, namanya adalah Dwistas. Hampir mirip denganku namanya.
Mungkin saja, ini milik Dwistas. Tapi, yang ini bergaris merah. Waktu itu, seingatku tidak bergaris merah. Tapi mungkin saja milik Dwistas," akhirnya cerita North Dwiana selesai. Aku yang asik mendengarkannya bertepuk tangan dan langsung menyelidiki lagi. North ikut menyelidiki kamera itu.
Kamera ini lumayan kecil, tapi bisa mengeluarkan cahaya yang cukup besar. Kamera ini juga memiliki lensa yang banyak, tapi sangat tipis, sehingga kamera ini sangat tipis dan ringan. Aku ingin satu, tapi terlalu mahal.
" Halo?," tiba-tiba, ada orang yang berdiri di depan kami berdua dan kamipun kaget. Aku kaget sekali, tapi sepertinya North Dwiana tidak.
" Dwistas?," tanya North Dwiana dengan dramatis. Aku yang kaget ingin kaget lagi, tapi malu ah di depan orang baru :v.
" Hai North Dwiana! Baru kemarin kita bertemu. Sekarang kita ketemu lagi. Kamu sudah bisa mengendalikan itu kan?," tanya Dwistas dengan tersenyum riang.
" Oh ya, hehe, baru sedikit yang kupelajari. Tapi aku sudah terbiasa, jadi dengan sendirinya bisa terkontrol," jawab North Dwiana dengan tersenyum - cengengesan sepertinya.
Dwistas tertawa dengan senang karena sepertinya ia berhasil mengajar anak didiknya (?). Aku yang melihat mereka berdua hanya geleng-geleng kepala. Jujur saja, kekuatan udara? Mengendalikan udara? Wah, hebat sekali.
" Aku hampir lupa, perkenalkan, East Luminosa! Sang Luminosa baik hati," ucapnya sembari memperkenalkan aku pada Dwistas. Aku mengulurkan tanganku padanya dan dia menerima.
" Aku Dwistas Onimul. Salam kenal," ucapnya tersenyum padaku dan sepertinya ia melihat kalungku dengan terpana.
Oh tunggu dulu, sepertinya aku pernah melihat dia. Tapi, aku tak bisa mengingatnya. Apa mungkin, mimpi itu! Mimpi di hari itu! Dwistas Onimul!
Tapi, aku jadi teringat seseorang. Siapa ya?
" East Luminosa. Salam kenal juga," ucapkan dengan tersenyum.
" Kamu suka kalungku ya?," tanyaku dengan tersenyum. Ia mengangguk dan memintaku untuk melepaskan kalungku karena ia ingin melihatnya.
" kamu dapat kalung ini darimana?," tanyanya dengan terpana. Aku hanya menjawab kalau itu dari Ibuku. Aku menceritakan padanya, waktu itu, aku ingin kalung itu karena menurutku itu lucu sekali.
" Ibumu bernama Shelle kan?," tanyanya dengan tersenyum. Dia tahu darimana? Apa mungkin dari komputernya itu?
" iya. Namanya Shelle. Ada apa?," tanyaku dengan pura-pura tidak tahu apa-apa. Ia hanya menggelengkan kepalanya dan mengembalikan kalung itu padaku.
" orang-orangnya sudah terkumpul semua kata Southeast Dasa. Sekarang, kita pergi ke hutan dekat Sekolah dan berkumpul disana," ajak Dwistas dengan menarik tanganku dan tangan North Dwiana. Kami berlari dengan cepat dan cantik manjah - maafkan Kenya :'V.
" Dwistas," ucapku dengan melirik Dwistas. Ia melirik padaku dengan terengah-engah.
" Ada yang ingin kutanyakan,"
Komentar
Posting Komentar