The Vintage Book : Chapter 2 Note to Myself part 11

     " Jadi, buku ini berwarna hitam," ucap Yazah yang masih asyik membaca isi bukunya. Mereka bertiga mengangguk-angguk dan menyeret Yazah untuk duduk bersama mereka.

     " Miquel sini," ajaknya untuk duduk di dekatnya. Miquel duduk di samping Yazah dan menyilangkan kakinya. Yazah mulai membacakan tentang simbol.

     " Simbol ini terkenal sebagai simbol organisasi hitam, dimana bentuknya menyerupai awan mega mendung dari Indonesia. Simbol ini banyak dipakai untuk gambar dagang. Jadi, tidak dipastikan bahwa pendiri atau pemilik dagangan tersebut seorang anggota organisasi hitam.
     Selain itu, masih banyak simbol-simbol lainnya untuk organisasi ini," ia memindahkan halamannya dan melihat banyak sekali simbol yang tertera disitu. Itu adalah simbol yang biasa ia lihat di Sekolah.

     " Ampun deh, kalian emang percaya sama buku ini?," tanya Yazah dengan tertawa. Mereka berempat terlihat serius dan bengong melihat Yazah yang tertawa puas.

     " Ah, kamu belum lihat keseluruhannya sih. Coba lihat halaman ini," ucap Kamillareza yang memindah halaman demi halaman dengan hati-hati. Yazah yang membacanya langsung kaget.

     " Para Luminosa juga dibantai? Apa apaan ini! Kalau organisasi ini benar adanya, aku akan membunuh siapapun yang berusaha membunuh para Luminosa!," ucap Yazah berapi-api dan mulai berbicara dengan ini-itu. Layaknya orang gila yang baru saja tambah gila.

     " Menurut banyak orang, organisasi hitam itu memang ada. Tapi, jangan khawatir. Di Gedung Eka, kemungkinan besar para Luminosa masih aman," ucap Miquel dengan tiba-tiba. Mereka berempat yang mendengarnya langsung berteriak ( dalam hati ) dan mulai merencanakan sesuatu.

     " Seandainya organisasi ini benar adanya, apa yang akan kita lakukan?," tanya Yazah yang memulai debat cara-pembunuhan-orang-organisasi-hitam-yang-baik-dan-benar. Miquel yang melihatnya hanya diam menonton mereka berempat yang menyiapkan pembunuhan untuk anggota OH jika itu benar adanya.

     " Bagaimana kalau OH itu sebenarnya tidak ada? Think positive Yazah, Mazah, Kamillareza! Mungkin mereka memang seperti illuminati, hanya untuk menakut-menakuti saja," ujar Kartinieza yang angkat bicara di debat itu. Mereka bertiga hanya mengangguk-angguk dan berpikir lagi.

     " Mungkin kita harus tanya petugas perpustakaan!," Mazah menyalurkan idenya dengan menjetikkan jarinya.

     " Tapi jangan aku yang bertanya. Aku merasa dongkol setelah kejadian tadi," ucap Kamillareza dengan menghela nafas dan melirik sinis petugas perpustakaan tersebut.

      " Yah, aku aja yang nanyain," ucap Kartinieza sembari berjalan ke tempat petugas perpustakaan tersebut dan bertanya pada petugas perpustakaan tersebut. Terlihat kalau Kartinieza menanyakan pertanyaan tidak jelas dengan cengengesan.

     " Maaf ya," ucapnya dengan tersenyum dan menghampiri empat temannya yang sedang duduk santai itu.

     " Menurut petugas perpustakaan tersebut, Organisasi Hitam itu hanya cerita. Sempat ada beberapa orang yang mengaku sebagai anggota OH di gedung Dasa.
     Mungkin, OH itu memang hanya konspirasi saja," ucap Kartinieza dengan mengangkat bahu dan menggelengkan matanya - cara gelengkan mata gimana kenya?.

     " Oke, lebih baik aku bawa buku ini saja. Aku akan meminjamnya untuk beberapa hari," ucapnya dengan membawa buku tersebut dan berdiri.

     " Saatnya pulang ke kamar, waktunya kita belajar untuk besok," ucapnya dengan menarik tangan Yazah agar ia berdiri. Yang lainnya ikut membuntuti merek berdua, sedangkan, Miquel masih melihat-lihat buku.

     " Hei, Bentar dulu. Aku mau nyari suatu buku disini. Kalian tunggu dulu ya," ucap Yazah yang langsung menghampiri Miquel dan mengajaknya melihat-lihat.

     " Sepertinya ada yang sedang jatuh cinta,"
     " Yang jago modus mah gitu,"
     " Bilang aja kalau naksir,"

     Mereka bertiga asyik menggosipi temannya sendiri, Yazah. Dengan sabar, mereka menunggu Dua orang yang asyik mencari buku itu.

     " Sebenarnya Miquel itu siapa?," tanya Kartinieza pada dua temannya. Mereka hanya mengangkat bahu tanda tak tahu

     " Coba kita lihat di mbah gugel. Mungkin ada," ucap Kamillareza yang langsung membuka telgamnya dan mencari kata kunci " Miquel ".

     " Sepertinya ia tidak punya informasi mengenai dirinya sendiri di internet. Padahal zaman sudah canggih," ucap Kamillareza dengan jengkel. Tidak mungkin dia tidak memiliki informasi sepeserpun. Dia itu siapa?

     " Aku akan mencoba untuk mencari lagi. Mungkin ia jarang memakai media internet untuk bersosialisasi," ucap Kamillareza dengan tenang dan mencari-mencari ke halaman selanjutnya.

     Ternyata ada! Di informasi tersebut, disebutkan kalau nama distrik Miquel adalah East Miquel. Ia satu Sekolah dengan Kamillareza, tetapi rasanya Kamillareza baru pertama kali melihat anak itu. Berarti, ia satu distrik dengan Yazah!, ucapnya dalam hati.

     Iapun membaca riwayat hidup Miquel. Nama keluarga. Orang tuanya masih hidup. Miquel tidak memiliki kakak atau adik. Ia berumur sedikit lebih tua dari dirinya. Ia pernah datang ke gedung Eka, tetapi tidak pernah berpindah gedung karena ia tidak berminat.
   
     Informasi tersebut terakhir diperbarui hari ini. Hey, informasi tersebut baru diperbarui hari ini! Kenapa tidak ada di halaman pertama? Mengapa ada di halaman lama?, ucapnya dalam hati. Siapa yang bertanggung jawab atas informasi ini? Sekolah?

     Lalu, ia melihat status keberadaan Miquel. UnderEarth, Dunia Kahyangan, Gedung Eka, Perpustakaan.

     " Teknologi zaman sekarang memang canggih ya," ucap seseorang yang melewati dirinya dan mengedipkan sebelah mata padanya. Siapa ya? Sok-sokan kenal.

     " Ya," ucap Kartinieza yang langsung menutup mulutnya dan pura-pura tidak ada yang terjadi tadi. Kamillareza yang melihatnya diam dan menatap sinis orang itu.

     Kartinieza sepertinya tahu sesuatu.

     " Hei! Maaf lama," ucap Yazah yang menghampiri mereka bertiga dengan menyeret Miquel. Mereka yang melihatnya hanya bersiul.

     " Yang pacaran gitu ya," celetuk Kamillareza dengan menatap sinis Miquel. Miquel yang melihatnya hanya diam dan merasa tak berdosa. Yazah yang mendengarnya memberi isyarat aku-akan-bunuh-kamu-nanti.

     " Atas nama South Luminosa IV ya. Jangan sampai kau robek, bakar, makan, atau dibuang. Buku itu ada suatu macam penyadap. Jadi, kalau anda sampai membawa kabur buku tersebut tanpa sepengetahuan saya, para petugas perpustakaan akan mencari kalian," ucap ibu-ibu yang memakai baju berwarna ungu dan memakai kacamata tersebut. Kamillareza yang mendengarnya terlihat santai dan tidak peduli.

     " East Luminosa IV. Sama seperti yang saya bilang tadi pada South Luminosa IV," ucapnya dengan membenarkan letak kacamatanya tersebut. Sepertinya ia tidak kelihatan minus, mungkin hanya untuk gaya saja.

     " Ya,ya,ya," jawab Kamillareza dan memakai sepatunya. Yang lain ikut memakai sepatunya masing-masing dan pergi ke kamarnya. Yazah yang baru mau menjawab hanya diam.

     " Kalian tahu darimana kalau ada perpustakaan sebesar itu?," tanya Yazah dengan menunjuk perpustakaan yang ada di belakang mereka. Kamillareza hanya menjawab kalau ia hanya tertarik dengan bangunan itu dan menghampirinya.

     " Pasti kamu punya alasan untuk meminjam buku konspirasi itu," tanya Kartinieza dengan ekspresi yang tidak bisa digambarkan. Kamillareza yang mendengarnya hanya diam dan fokus pada jalan yang ada di depan mereka.

     " Hei, hari ini ada makan malam enggak? Atau aku harus beli?," tanya Yazah yang sudah kelaparan. Terdengar suara dari perut kecilnya itu yang meraung-raung seolah ia ingin diberi asupan gizi.

     " Hmm... aku tidak tahu. Sepertinya ada," ucap Kamillareza dengan mengangkat bahunya. " Lagipula, aku baru datang setelah mereka berdua. Mungkin mereka berdua tahu," tunjuknya pada dua anak yang berwajah penuh dosa - karena wajah polos sudah mainstream.

     " Yah, setahuku, ada makan malam. Lebih baik kita cepat kesana," ucap Kartinieza yang langsung menarik tangan Mazah dan Yazah. Yazah reflek menarik tangan Kamillareza dan memegang gelang hitamnya itu.

     " Hmm.. persembunyian yang bagus," ucap Yazah yang melihat itu. Kamillareza hanya diam dan diam-diam tersenyum. " Ini rahasia," ucapnya dengan sok serius.

     Miquel yang ikut bersama mereka hanya berjalan di belakang mereka berempat dan tersenyum bahagia. Ia seperti baru mendapat hidayah. Ia mengedipkan sebelah matanya pada Yazah dan Yazah yang meliriknya hanya tersenyum.

~

     " Jadi, makan malamnya ini?," tanya Kamillareza dengan meratapi piring makannya. Ia tidak terbiasa dengan makanan baru, jadi sepertinya dia harus beradaptasi dengan menanyakan pertanyaan bodoh.

     " Daripada kita mati kelaparan. Lebih baik makan makanan itu selagi ada. Kalau kamu tidak mau, kamu bisa mati kelaparan. Memangnya ada orang yang bersimpati dengan kematian konyol seperti itu?," cibir Kartinieza yang sudah asyik memakan makanannya. Kamillareza yang mendengarnya hanya cemberut dan mulai memakan makanan dihadapannya itu.

     " Sudahlah, syukuri saja apa yang ada di depanmu sekarang. Lagipula, makanannya juga enak," senggol Yazah ke sikut Kamillareza dan mengedip sebelah mata.

     " Semua makanan enak kalau halal. Jadi, makanan itu pasti enak. Kalau kamu tetep enggak mau, buat aku saja," ucap Yazah yang pura-pura mengambil piring Kamillareza dan dengan reflek, ia menjauhkan piringnya dari mata Yazah.

     " Ya ya ya. Aku akan menghabiskannya dengan cepat," ia mengalah dan menikmati makanannya. Yazah tersenyum karena ia berhasil membujuk Kamillareza.

     " Tapi yang habis duluan itu aku," Mazah menunjuk piringnya yang kosong dan mengkilap bagaikan dibersihkan oleh sanlaik mama jeruk purut - aslinya sih mau nyebut merek sabun cuci piring, tapi cerita Kenya bukan buat promosi, heuheu.

     Kamillareza yang melihatnya bengong. Buset cepet amat ngabisinnya,"- ucap suara hati Kamillareza. Ia bertepuk tangan dan melanjutkan makannya.

     " Hei, yang terakhir habis cuci piringnya di wastafel. Kasihani para pencuci piring di restoran. Setidaknya ringankan beban mereka," celetuk Kartinieza yang ikut menghabiskan makanannya dengan cepat.

     Yah, setelah menunggu sekian lama, yang terakhir makan adalah Kamillareza. Ia hanya cemberut dan menundukkan kepalanya ketika ia membawa piring keluar dan mencari wastafel.

     " Ahh, kenapa harus aku yang cuci piring, mana dingin lagi," ucapnya dengan monolog. Ia pikir tidak ada yang mendengarnya, jadi ia berceloteh sendiri.

     " Ehh, gelangnya lupa dilepas," ucapnya yang langsung melepas gelang hitam miliknya dan menaruh di meja kaca tersebut. Kaca tersebut sepertinya baru, karena tidak ada noda-noda yang terkutuk disitu. Dan meja itu. Meja kecil berwarna coklat yang ada sabunnya dan tempat sisa untuk menyelipkan gelangnya.

     Ketika ia iseng menyelipkan gelangnya agar tidak jatuh, ia menyentuh sesuatu. Semacam kertas seperti dua kertas yang ia memiliki. Karena penasaran, ia mengambil barang tersebut dan terkejut.

     Yang ia lihat sekarang adalah sebuah kertas, dengan sebuah aksara yang mirip dengan dua kertas lainnya. Ia pikir itu hanya kebetulan.

     " ini hanya kebetulan. Tapi gila ya, kebetulan yang sudah direncanakan. Siapa sih yang iseng," gumam Kamillareza dengan memasukkan kertasnya ke dalam saku baju.

     Setelah itu, ia memberikan piring tersebut pada pihak restoran. Dan tak terduga, ia bertemu Miquel.

     " um.. Hai?," sapanya pada Miquel dengan ragu-ragu. Miquel yang mendengar namanya langsung menjatuhkan piringnya, tapi, beruntungnya ia bisa menangkap piringnya sendiri.

     " Reflekmu cukup bagus," ucap Kamillareza yang melihatnya. Miquel hanya tersenyum bodoh dan memulai percakapan dengan Kamillareza.

     " Jadi..,"
     " Tidak, aku duluan yang bertanya. Kamu ini siapa?," tanya Kamillareza yang langsung menyilangkan tangannya dengan wajah yang marah. Dia-Dia-Dia seperti lobster rebus yang diberi cabai terlalu banyak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lemon

Selasa, 8 November 2016

The Vintage Book : Chapter 2 Note to Myself part 7