The Vintage Book chapter 2 : Note to Myself part 1


THE VINTAGE BOOK
CHAPTER 2
NOTE TO MYSELF
PART 1

     Mande, 28 Novimbina 3k16
     Minggu ini adalah minggu dimana East dan teman-temannya menjalani hari-harinya seperti biasa, tetapi kali ini dibumbui oleh stress tak tertolong.
     “ Oy, hari ini ada Pak Patmata ga? Males banget aku. Bapak kan nyebelin banget, masa jawaban soal nomer 17 yang seharusnya C malah disalahin. Gimana sih,” ucap East dengan bersungut-sungut. South yang mendengarkan hanya tertawa dan melihat keluar jendela untuk memeriksa apakah ada beliau atau tidak.
     “ Berdoa aja sih, semoga enggak ada Pak Patmata. Dua jam pelajarankan? Kira-kira, Bapak mau ngapain aja di kelas? Remedial besar-besaran seperti minggu kemarinkah? Sepertinya itu seru,” celoteh South kemana-mana enggak jelas. East hanya mengangguk dan menggeleng setuju akan dua jam pelajaran dan tidak tahu-menahu tentang remedial besar-besaran yang akan dating.
     “ Kalian punya kunci jawaban soal ulangan BAB 6 enggak? Katanya hari ini bakalan ada remedial tentang BAB 6. Sekelas kena remedial,” ucap North dengan wajah yang ingin tahu. Wah, gila, remedial besar-besaran lagi nih. Yah, setelah remedial BAB 5 yang menyangkut seluruh siswa kelas ini – kecuali satu orang, yaitu East.
     Tak perlu ditebak, sudah pasti East dan South kepanikan karena baru tahu kalua ada remedial besar-besaran – terutama East, karena ia jarang kena remedial. Mereka berdua langsung membuka buku dan membaca BAB 6 dengan cepat namun teliti. North yang melihatnya hanya tertawa terpingkal-pingkal.
     “ Haduh, kalian ini rajin amat sih. Padahal tinggal tanyain kunci jawaban ke Akesh aja, sang pujaan hati banyak wanita. Tapi aku enggak suka sama dia ya. Iuh banget. Eh iya, kan beberapa hari yang lalu kamu mimpiin dia. Siapa tahu jodoh. Ehem,” ucap North dengan senyum-senyum sembari pergi menanyakan kunci jawaban kepada Akesh. Sebenarnya Akesh termasuk anak yang pintar, itulah mengapa banyak perempuan yang menyukainya – tapi, jujur saja, menurut East, Akesh tidak ada gantengnya sama sekali. South juga setuju dengannya.
     “si North kalau suka Akesh bilang ajalah. Enggak usah ngomporin,” ujar East dengan melirik ke South. South menjawab dengan jawaban klise.

     " Ya sabarin ajalah. Si North kan emang seperti itu orangnya. Suka comblangin orang. Sendirinya aja enggak mau. Padahal emang dia suka..," ucapan South terputus karena Akesh tiba-tiba saja mendatangi tempat duduk mereka. South yang kaget hanya menatapnya tajam, sedangkan East pura-pura tidak melihatnya. Mungkin, ia masih teringat dengan mimpinya yang - mungkin bisa membuat banyak perempuan baper, tapi itu - menyebalkan. Akesh hanya menatapnya dengan ekspresi yang - entahlah tak bisa dijelaskan - aneh.

     " South, kamu enggak mau kunci jawabannya? Yang lain pada minta lho. Untung nih, kan dapet 100 nanti remedialnya. North udah minta lho, tapi belum aku kasih. Spesial deh buat kamu South. Ini, dengan kertas yang bagus. Warna hitam! Jadi aku tulis memakai pulpen warna putih. Spesialkan? Terima ya," ucapnya sembari menyodorkan sebuah kertas kecil berwarna hitam yang telah ternodai oleh tinta-tinta suci. Tapi tetap saja itu namanya contekan.
     South yang kebingungan tampak kaget - meskipun tidak terlalu kaget - dengan apa yang baru saja terjadi. Akesh memberinya kunci jawaban di kertas hitam. Itu sangat menakjubkan. Sangat susah mencari kertas hitam itu disini dan, pulpen bertinta putih juga sepertinya mustahil ditemukan disini karena larangan penggunaannya. Memang terlihat aneh, tapi memang kenyataannya begitu. Di setiap Sekolah yang berdiri di tiap wilayah negara ini tidak membolehkan muridnya memakai kertas hitam atau pulpen bertinta putih, kecuali izin dari pihak Sekolah dan harus diketahui alasannya. Memang konyol, tapi, peraturan tetaplah peraturan. Mutlak. Jika dilanggar, akan dihukum. Namun, ada yang berpendapat bahwa peraturan dibuat untuk dilanggar.
     Mengapa susah mencari kedua benda itu? Padahal, negara mereka sudah seribu langkah lebih maju dari negara seberang dan memasuki daftar negara paling maju di dunia.
     Sederhana saja, pikirkan saja kalau benda seperti itu adalah sihir dan inovasi-inovasi kuno di abad 18-an. Pada akhirnya, mereka akan hilang. Entah karena tak dipakai lagi, dilarang tanpa syarat, atau yang lainnya. Menurut pemerintah, orang-orang yang rendah pemikirannya pasti tidak akan mengerti apa maksudnya.

     " Darimana kamu mendapatkan kertas hitam dan pulpen bertinta putih itu? Memangnya kamu punya izin dari Sekolah? Bukannya itu rumit? Lalu, kenapa kamu memberikan ini padaku, bukan kepada yang lainnya?," tanya South dengan berbisik-bisik dan menerima kertas kecil tersebut. East yang melihatnya hanya diam karena isyarat non verbal dari Akesh. Daripada mengurus hidup orang lain, lebih baik urus hidup diri sendiri. Mungkin itu prinsip East sekarang. Ia hanya membuka dan membolak-balik isinya dan beranjak pergi karena ia ingin ke kamar mandi.

     " Hei, aku ke kamar mandi dulu," ucap East dengan membawa telgamnya dan hilang di balik pintu, lalu muncul di balik jendela dan melirik Akesh dengan tajam. Akesh yang melihatnya hanya mencibir dan melanjutkan obrolannya dengan South.
     " Aku tahu kalau dia merasa enggak nyaman. Aku duduk disitu ya," ucapnya sembari duduk di bangku East. South mulai berpikiran aneh-aneh.
     " Jadi, aku sengaja bikin itu buat kamu. Soalnya, ada yang nyuruh aku. Awalnya sih, aku enggak mau. Ternyata, ada sangkut pautnya sama kamu, sama si penyuruh itu, dan lain-lain. Seiring berjalannya waktu, kamu bakalan tahu siapa yang nyuruh aku itu. Dia baik, tapi dia juga bisa menjadi jahat. Mungkin kamu tahu siapa," ucapnya seperti sedang syuting film. South yang tidak mengerti memaksa Akesh untuk memberi tahunya. Ia tahu kalau dua barang itu sangatlah susah untuk didapatkan - dan biasanya mahal, tetapi orang-orang yang memasuki sekolah elite pasti berpikir kalau itu murah.
     " Hei! Kalian lagi ngobrolin apa?," tanya Dasa yang tiba-tiba menghampiri mereka berdua.
     " Kalian lagi pacaran ya?," tanyanya dengan pura-pura tidak tahu apa-apa. South dan Akesh hanya tersenyum dan langsung membentak Dasa.
     " Kamu bisa lihat sendirikan, kita ngapain? Jangan mikir aneh-aneh deh! Kamu juga tahukan!," ucap Akesh dengan wajah yang sudah seperti kepiting rebus. South mengusir Dasa dan Dasa pergi dengan ekspresi yang sedih. South sempat melihat Dasa menepuk pundak Akesh.
     " si Dasa tiba-tiba datang lalu pergi. Dia mau ngapain sih?," tanya South dengan raut wajah yang menggambarkan kalau ia sedang jengkel. Akesh yang melihatnya diam saja dan pergi ke kamar mandi. Lalu, diikuti oleh Dasa. Kira-kira, mereka mau ngapain ya.
     South yang mau melanjutkan belajarnya langsung terkaget-kaget karena, tiba-tiba East datang sambil berlarian dengan panik. Lalu ia mencoba untuk berkata kalau Pak Patmata on the way ke kelas. Sontak saja, penduduk kelas itu langsung merapikan tempat duduk dan berpura-pura bahwa masa lalu itu tidak pernah ada.
     East bertanya pada South tentang kemana perginya Akesh dan Dasa. South hanya menjawab kalau mereka berdua mungkin pergi ke kamar mandi. Memangnya mereka mau kemana lagi? Kantin? Oh tidak mungkin. Ketika jam pelajaran, kantin dijaga oleh kepala kesiswaan. Tidak diketahui mengapa beliau suka nongkrong di kantin saat jam pelajaran. Menurut analisis South, supaya tidak ada anak yang berani ke kantin untuk jajan.
     East hanya ber-ooh ria setelah pertanyaannya dijawab oleh South.
     Yah, merekapun akhirnya remedial dan ternyata kunci jawaban Akesh benar semua. Tanpa pikir panjang, East dan South melihat kunci jawabannya. South yang melihat kunci jawabannya dan memberi tahu East dan seterusnya. Dengan cepat, lembar jawaban mereka sudah ada di meja guru.
     Setelah pelajaran bahasa Sansekerta, mereka belajar matematika. Oke, ini adalah pelajaran yang paling dibenci South dan dicintai East. North dan West? Jangan ditanya. Mereka pasti ingin mati suri ketika pelajaran matematika dan hidup lagi setelah pelajarannya selesai.
     Mungkin, takdir sedang berpihak pada teman-teman East.
     " Hei gurunya enggak ada, jadi kita bebas hari ini!! Hore!!~," ucap KM pada saat itu. East yang mencintai jam kosong langsung berteriak kegirangan bersama teman-temannya.
     North yang suka chattingan dengan temannya yang beda pulau, West yang suka berfoto ria, South yang membaca buku pun melanjutkan buku yang ia baca. Tentu saja, tentang sihir. East bingung karena menurut ia, sihir itu tidak ada. Kalaupun ada, pasti dilarang. Lalu, ia bertanya pada South.
     " Sebenarnya itu buku punya siapa? Kenapa ada di kamu? Bukannya dilarang ya?," tanya East dengan kebingungan. South yang ditanya seperti itu hanya terdiam dan berkata " nanti kamu juga akan tahu". Ambigu. Itu bukan jawaban sama sekali. Maksudnya apa?
     Tapi, East tidak bisa mendesak orang begitu saja. Ia tidak mau, South dendam padanya. Aneh? Iya. Memang aneh. Namanya juga cerita.
     East memainkan telgamnya dan membaca komik online. Yah, sebenarnya, yang sedang gila baca komik online itu, authornya - yaitu aku! Kenya Azizah a.k.a. Kenya.
     Mungkin, jam-jam ini akan membosankan, jadi akan aku pindah waktunya.
~●~
     " Hei, kamu dapet kertas itu dari Akeshkan? Dia dapet darimana?," tanya East saat waktunya tidur tiba. Saat itu, kamar kami hanya terisi oleh kami berdua, karena North dan West pergi kerumah masing-masing. Mereka bilang, mereka ada urusan.
     Aku hanya melirik East dan memejamkan mataku. Aku bingung, apa yang sebenarnya terjadi padaku? Dasa. Akesh. Kenapa mereka menjadi aneh sih. Padahal aku baik-baik saja. Akesh lagi, memberiku kertas hitam. Aku tahu, sangat sulit mendapatkan kertas itu bagi pelajar seperti aku. Dia dapet itu darimana? Apa mungkin Dasa ada sangkut pautnya dengan ini? Tapi untuk apa?
     " Aku tidak tahu," jawabku dengan jujur. Aku mengeluarkan kertas hitam itu dan membacanya dibawah sinar lampu. Lihatlah ini, kunci jawaban yang bagus. Kapan lagi aku dapat yang seperti ini.
     Kugoyang-goyangkan kertasnya dan tanpa sengaja, sesuatu seperti muncul di kertas itu.
     " Itu sihir? Apakah aku benar?," tanya East yang langsung menghampiriku dan naik ke kasurku. Diapun melentangkan tangannya dan menghalangi pandanganku. Aku langsung membuang tangannya dan ngomel-ngomel.
     " Sepertinya sihir. Tapi ini kode acak. Lihat deh. Tidak membentuk kata. Tapi, seperti ditulis oleh emas murni. Dan, kenapa kelihatannya hanya bisa dilihat jika ada cahaya? Menurutmu bagaimana?," tanyaku dengan bingung. Mungkinkah termasuk hukum sains? Tapi aku tak peduli. Yang kupedulikan adalah isi kertas itu. Isinya seperti sebuah kode. Tapi aku tak mengerti. Siapa yang menulisnya. Tidak mungkin Akesh. Tulisan dia jelek, seperti wajahnya. Sedangkan, tulisan ini sungguh indah, seperti orang yang jago kaligrafi. Tapi, siapa?
     " Mau lihat kertas itu dibawah cahaya rembulan? Sepertinya lebih kelihatan. Menurutku, itu sebuah kode. Kalau bukan kode, itu suatu kata. Tapi, aku sih enggak tau ya," ucapnya sembari mengajakku keluar kamar dan pergi ke lorong. Pasti anak-anak yang lain sudah tidur. Semoga saja tidak ada guru yang lewat sini.
     Kalau dilihat-lihat, lorong ini begitu indah. Sekolah masih mempertahankan arsitektur bangunan kuno ini, padahal sudah berusia lebih dari 10 abad. Lihat karya-karya kuno generasi zaman dulu. Seribu tahun pasti sangat lama. Pasti banyak yang berubah.
     " South, coba lihat di bawah rembulan," ucap East dengan mengambil kertas yang kupegang dan diterawanglah kertas itu.
     " Ternyata benar apa kata mereka berdua," ucapnya dengan tersenyum. Hah? Berarti dia tahu dong tentang kertas itu? Ada dua orang? Jangan-jangan Akesh dan Dasa?? Apa aku harus menanyakannya?
     " East, maksud kamu mereka berdua itu siapa?," tanyaku sembari mengambil kertas itu dan aku mencoba menerawangnya. Hah, ini aksara apa. Sepertinya bukan bahasa daerah di negara ini. Tapi, aku rasa aku pernah melihatnya. Aksara apa ini?
     " Hmm...," East hanya diam dan dia salah tingkah. Sepertinya, ia menyembunyikan sesuatu dariku. Aku harus melakukan sesuatu agar ia mau mengaku padaku.
     " East bilang padaku!! sebenarnya siapa yang mengirim kertas ini padaku?? Jawab atau aku bunuh kamu. Mau?," ucapku dengan mengancam akan membunuhnya. Yah, sebenarnya tidak akan membunuh juga sih. Kalau aku bunuh dia, nanti aku dihukum mati. Aku belum mau mati sekarang.
     " Oh, jadi kamu mau bunuh aku? Silahkan," ucap East dengan enteng. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Ini gila.
     " Ini jebakan? Iyakan? Kenapa kamu menjebak aku??," tanyaku dengan berlinang air mata. Bagaimana tidak. Hari-hariku yang biasa saja, sekarang jadi aneh karena mereka. Sebenarnya mereka kerasukan atau apa sih.
     " Kumohon, berikan aku kertas itu atau aku bunuh kamu sekarang!," ucap East dengan wajah layaknya psikopat. Aku yakin, dia bukan East. East kalau bercanda enggak kelewat kaya gini. Lebih baik aku lari kembali ke kamarku.
     " Prendere!," teriakku seiring aku berlari ke kamarku. Tapi, aku tidak bisa masuk kedalam kamarku karena ada Akesh dan siapa itu? Ahh, aku tak peduli. Yang kupedulikan adalah barang-barangku dan terutama buku sihir yang diberikan dia padaku. Aku sudah mengucapkan sihirnya dan apa yang kupikirkan akan terambil dan mengikutiku. Mungkin, inilah keuntungannya terlahir sebagai Luminosa. Tapi, yang membuatku bersyukur pada Tuhan adalah, aku bisa menguasai semuanya dengan sekali belajar. Tidak ada yang tahu soal ini. Karena aku tahu, pasti banyak yang mencoba membunuhku. Buktinya, sekarang ada yang mencoba membunuhku. Salah satu cara agar aku bisa memecahkan misteri ini, adalah memecahkan kode kertas ini terlebih dahulu.
     " Aku tahu, teman-teman yang kamu sayangi itu tidak ada disini!," ucap "East" walau aku tahu dia bukan East. Dan Akesh. Sepertinya dia memang Akesh. Lalu, aku harus kemana? Ke kamar guru-guru?
     " Enggak ada yang bisa kamu percayai disini, termasuk aku," ucap Dasa yang tiba-tiba menggenggam tanganku dan menarikku ke dalam semak-semak. Kami berbisik-bisik disitu supaya tidak ada orang yang mendengar.
     " Kenapa aku enggak bisa percaya kamu?," tanyaku dengan sedih.
     " soalnya, aku punya hubungan dengan orang-orang organisasi kejahatan. Sebenarnya, orang-orang disini mengincar kamu. Mereka bukanlah orang-orang yang dulu kamu kenal. KM Kelas, guru, mereka dikloning. Kloning memang ilegal, South," ucapnya panjang lebar. Aku tak percaya ini. Kemana mereka pergi??
     " Jadi, alasan kamu selalu menanyakan aku karena takut aku dikloning?," tanyaku kepada Dasa. Ia menggangguk dan berkata lagi.
     " Mereka hanya melakukan percobaan padamu. Apakah kamu kloning atau bukan.
     Kloning tidak bisa melakukan sihir, South," ucapnya dengan tersenyum. Tapi,...
     " South, pergilah ke pedesaan Utara sekarang dan temui North sekarang juga. Jangan percaya siapapun. Akesh, kamu ikut South ke Utara. Aku akan urus disini dan mencari orang-orang yang belum dikloning," ucap East sembari pergi ke dalam Sekolah bersama Dasa. Akesh langsung menarik tanganku dan membawaku pergi. Sungguh, ini bukan mimpi. Ini nyata.
      " South, besok kamu akan mengikuti pelajaran di Sekolah, tetapi di kawasan Utara. Di Sekolah itu, ada North dan West." Ucapnya dengan tersenyum.
     Hmm... sepertinya masih ada yang membuatku bingung. Sebaiknya aku tanyakan besok!.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lemon

Selasa, 8 November 2016

The Vintage Book : Chapter 2 Note to Myself part 7