The vintage book Chapter 1 : It's only Dreams part 2
Hmm... tumben East tidur jam segini. Biasanyakan dia jalan-jalan atau baca buku gitu. Mungkin dia kelelahan ya? Emang hari ini abis ngapain? Bukannya cuma belajar sejarah doang?.
Mending aku lanjut baca deh. Sampe mana ya tadi, hmm, oh iya, halaman ini. Ternyata bukunya seru juga ya. Kapan-kapan aku pinjam lagi ke dia ah.
North chattingan sama siapa ya? Coba aku tanya.
" North! Kamu ngechat sama siapa sih? Kayanya asyik gitu," tanyaku dengan kepo. Kayanya seru deh kalau jadi dia, bisa chattingan sama teman-temannya. Bisa punya banyak teman.
" Ini, aku lagi chattingan sama Shelle, anak dari negara Atlantis itu. Dia baik banget deh. Dia juga janji akan memberiku hadiah di bulan Disambrina nanti. Aku udah enggak sabar deh, pengen lihat hadiahnya. Dia juga bilang, akan memberi hadiah pada kalian bertiga," ucapnya dengan sumringah. Otomatis, aku bahagia dong. West yang mendengarnya juga kegirangan.
" Hore! Hore! Hore! Kita bakalan dapet hadiah apa ya?? Coklat kah? Klo coklat, aku suka banget. Apa ya kira-kira," tanya West sembari menggaruk bagian kepala yang tidak gatal. Aku dan North hanya menggelengkan kepala tanda tidak tahu. Mungkin East tahu.
" Coba tanyakan East, mungkin dia bisa melihat masa depan. Hehe," usulku dengan cengengesan. Mungkin saja ia bisa melihat masa depan.
" Ya enggaklah. Masa depan itukan rahasia," ucap North dengan kemenangan. Emang menang apa? Entahlah.
" Ya ya ya. Terserah. Aku mau lanjut baca dulu," ucapku sembari melanjutkan buku yang kubaca.
" Dari tadi kamu baca buku terus deh, emang kamu baca buku apa?," tanya North secara tiba-tiba. Kasih tahu tidak ya? Sepertinya akan menimbulkan kehebohan.
Tiba-tiba saja, North merampas buku ini dariku. Aku hanya bisa diam karena aku pasti kesusahan untuk merebutnya lagi.
" Ohh... dia lagi baca tentang cara menggunakan sihir untuk perlindungan. Emangnya kamu keistimewaannya di bidang sihir? Aku baru tahu lho. Selamat ya," ucapnya sembari mengulurkan tangannya padaku dan aku langsung menangkisnya.
" Aku tidak bisa sihir, kata siapa aku bisa sihir. Aku hanya iseng baca-baca aja. Itu juga bukan punyaku, aku hanya meminjam," ucapku dengan menjelaskan pada North dan West. Tapi, kelihatannya mereka berdua tidak percaya.
" Ah, yang benar. Pasti kamu bisa, buktinya kamu membaca buku ini. Di abad ini, mana ada sih orang yang mau baca tentang sihir-sihir. Udah enggak jaman kali. Sekarang jaman berkembangnya teknologi secara pesat." Ujar West dengan menggerakkan tangan layaknya sedang mengajarkan sebuah pelajaran pada anak didiknya.
Aku berusaha meyakinkan mereka tapi mengapa mereka tidak percaya. Aku memang tidak bisa sihir.
" Lalu, buku punya siapa itu?," tanya West dengan membolak-balik buku itu. Aku hanya diam, karena aku tidak diperbolehkan memberi tahu siapa yang memilikinya. Kalau aku kasih tahu, nanti pada mulut ember lagi. Orang jaman sekarangkan susah menjaga rahasia.
" Buku siapa aja enggak papa kan? Emang perlu banget tahu siapa yang punya? Enggak kan?," ucapku dengan merampas balik buku yang dirampas tadi dari North.
" Perlu tahu dong, enggak sembarang orang yang mempunyai buku sihir. Yang aku tahu pasti, salah satu Luminosa pasti akan memilikinya. Atau mungkin bisa jadi banyak," North menjelaskan dengan nada yang <entahlah aku tidak tahu>.
" Tapi, aku dan West belum mendapatkan buku sihirnya, kenapa kamu bisa mendapatkannya? Pasti dari seorang Luminosa yang berusia lebih tua dari kitakan? Siapa?," tanya North dengan menebak-nebak.
" Luminosa XXV atau XXIV kah? Atau mungkin dari South Luminosa XX ? Wah, aku penasaran," Aku hanya menggelengkan tanda aku tidak ingin memberi tahu kalian. Titik.
" Tebak aja terus. Akan selalu salah kalau kalian melihat di dalam kotak," ujarku dengan ngawur. Soalnya, aku tidak mengerti apa yang aku bicarakan. Kalian juga pasti enggak ngerti.
" Aku mau jalan-jalan keluar dulu ya. Dadah," ucap West dengan membawa telgamnya untuk foto-foto. Tukang selfie ya seperti itu. Telgam selalu siap.
Aku dan North mengiyakan West dan melanjutkan kegiatan masing-masing.
Aku meminta North untuk titip salam kepada Shelle.
Aku kembali ke kasur empukku dan melanjutkan membaca. Apa benar, aku bisa sihir? Tapi, enggak mungkinkan. Umur kami berempat masih jauh dari peraturan itu. Mungkin, hanya perasaan ya?
Banyak sekali gambar yang tertera di buku ini. Dan ada banyak sihir untuk melakukan sesuatu. Sepertinya seru ya, kalau bisa.
" Eh, si East enak banget ya tidurnya. Gangguin yuk," celetuk North sembari mengetuk-ngetuk tangan East dengan lembut. Yang benar saja, orang tidur diganggu. Kalau aku jadi East, pasti sudah ngamuk ke North karena mengganggu bobo cantik.
" Eh, jangan. Nanti dia bangun, terus cekek kita sampe mati gimana? Kamu mau tanggung jawab?," ucapku dengan menggelengkan kepalaku dengan cepat. Aku tidak mau mati konyol karena mengganggu orang tidur.
Namun, tiba-tiba saja, East seperti bergerak-gerak seperti ikan yang butuh air untuk hidup. Awalnya aku dan North berpikir kalau East hanya mimpi buruk.
" East mimpi buruk ya? Coba aku lihat," ucap North sembari melihat East yang menggelepar seperti ikan. Aku hanya ikut melihat dan tiba-tiba saja hal mengejutkan terjadi.
" SOUTH NORTH, EAST ENGGAK APA APA KAN???," teriak West dengan keras dan langsung menghampiri East dan menepuk-nepuk ( tepatnya menampar ) pipi East dan berkata " bangun bangun ". Awalnya aku bengong hingga aku sadar kalau East seperti kesurupan. Langsung saja aku dan North ikut membangunkan East. Dari mencubitnya hingga menyiramnya dengan air dingin. Enggak nyiram juga sih, hanya mencipratkan air saja ke wajah East.
" Gimana nih, harus panggil guru dulu enggak?," tanya West dengan tidak sabar. Kurasa tidak. East tidak seperti kesurupan. Mungkin ia mengalami epilepsi(?). Tidak mungkin ia kerasukan. Sepertinya ia hanya mimpi buruk.
Mungkin memang tidak kesurupan. Tuh, buktinya East bangun.
" Argh!! Gila. Barusan aku mimpi sesuatu yang gila. Aneh. Enggak ngerti aku. Ngantuk. Tapi aku takut mimpiin itu lagi," ucap East saat ia terbangun dan langsung dipeluk North. Ternyata memang mimpi buruk. Tapi, baru kali ini aku melihat East mimpi buruk sampai menggelepar seperti kerasukan setan.
" Memangnya kamu mimpi apa East?," tanyaku dengan rasa ingin tahu.
South
Hmm.. ada apa West?," tanyaku setelah makan malam selesai. Ia menanyakan tentang Southeast Dasa, anak yang tadi siang menanyakanku. Aku hanya berkata padanya kalau aku hanya teman biasa dan ketika kami bertemu, kami suka ngobrol.
" Sadar enggak sih, tadi siang Dasa sempat melewati kamar kita? Pas aku keluar kamar, aku lihat Dasa di lorong, kelihatan seperti sedang mengawasi kita gitu. Teruskan, aku jalan-jalan ke luar buat foto-foto, nah, aku merasa ada yang mengikutiku. Awalnya, aku pikir bukan Dasa yang mengikutiku. Namun, setelah aku melihat-lihat foto-fotoku itu, ada Dasa disitu sedang memperhatikanku. Aneh kan?
Nah, enggak di situ aja. Dia tiba-tiba nyamperin aku dan bilang kalau East dalam bahaya. Dan dia bilang kalau kita berempat dalam bahaya juga. Awalnya, aku enggak percaya. Tapi, dia meyakinkanku dan memberiku sesuatu. Sebuah buku. Buku kuno beratus-ratus tahun yang lalu. Dia bilang, jangan beritahu siapa-siapa, tapi, aku boleh memberi tahu padamu. Kenapa East dan North enggak boleh tahu?. Saat aku tanyakan itu ke Dasa, dia langsung hilang. Aku yakin dia langsung hilang," cerita West dengan panjang lebar. Sepertinya kurang panjang.
Berarti, Dasa memberikan buku itu juga ke West. Tapi East dan North tidak boleh tahu. Kenapa?
" Buku sihir itu dari Dasa kan?," tebak West dan aku hanya diam. Dua Luminosa tahu dan dua Luminosa tidak tahu. Dasa bukan seorang Luminosa, tapi kenapa ia punya buku itu?
" Udahlah, enggak usah dipikirin. Tidur dulu aja yakan. Besok hari Sumigde," ucap West sembari mematikan lampu.
Selamat malam.
" Ohh... dia lagi baca tentang cara menggunakan sihir untuk perlindungan. Emangnya kamu keistimewaannya di bidang sihir? Aku baru tahu lho. Selamat ya," ucapnya sembari mengulurkan tangannya padaku dan aku langsung menangkisnya.
" Aku tidak bisa sihir, kata siapa aku bisa sihir. Aku hanya iseng baca-baca aja. Itu juga bukan punyaku, aku hanya meminjam," ucapku dengan menjelaskan pada North dan West. Tapi, kelihatannya mereka berdua tidak percaya.
" Ah, yang benar. Pasti kamu bisa, buktinya kamu membaca buku ini. Di abad ini, mana ada sih orang yang mau baca tentang sihir-sihir. Udah enggak jaman kali. Sekarang jaman berkembangnya teknologi secara pesat." Ujar West dengan menggerakkan tangan layaknya sedang mengajarkan sebuah pelajaran pada anak didiknya.
Aku berusaha meyakinkan mereka tapi mengapa mereka tidak percaya. Aku memang tidak bisa sihir.
" Lalu, buku punya siapa itu?," tanya West dengan membolak-balik buku itu. Aku hanya diam, karena aku tidak diperbolehkan memberi tahu siapa yang memilikinya. Kalau aku kasih tahu, nanti pada mulut ember lagi. Orang jaman sekarangkan susah menjaga rahasia.
" Buku siapa aja enggak papa kan? Emang perlu banget tahu siapa yang punya? Enggak kan?," ucapku dengan merampas balik buku yang dirampas tadi dari North.
" Perlu tahu dong, enggak sembarang orang yang mempunyai buku sihir. Yang aku tahu pasti, salah satu Luminosa pasti akan memilikinya. Atau mungkin bisa jadi banyak," North menjelaskan dengan nada yang <entahlah aku tidak tahu>.
" Tapi, aku dan West belum mendapatkan buku sihirnya, kenapa kamu bisa mendapatkannya? Pasti dari seorang Luminosa yang berusia lebih tua dari kitakan? Siapa?," tanya North dengan menebak-nebak.
" Luminosa XXV atau XXIV kah? Atau mungkin dari South Luminosa XX ? Wah, aku penasaran," Aku hanya menggelengkan tanda aku tidak ingin memberi tahu kalian. Titik.
" Tebak aja terus. Akan selalu salah kalau kalian melihat di dalam kotak," ujarku dengan ngawur. Soalnya, aku tidak mengerti apa yang aku bicarakan. Kalian juga pasti enggak ngerti.
" Aku mau jalan-jalan keluar dulu ya. Dadah," ucap West dengan membawa telgamnya untuk foto-foto. Tukang selfie ya seperti itu. Telgam selalu siap.
Aku dan North mengiyakan West dan melanjutkan kegiatan masing-masing.
Aku meminta North untuk titip salam kepada Shelle.
Aku kembali ke kasur empukku dan melanjutkan membaca. Apa benar, aku bisa sihir? Tapi, enggak mungkinkan. Umur kami berempat masih jauh dari peraturan itu. Mungkin, hanya perasaan ya?
Banyak sekali gambar yang tertera di buku ini. Dan ada banyak sihir untuk melakukan sesuatu. Sepertinya seru ya, kalau bisa.
" Eh, si East enak banget ya tidurnya. Gangguin yuk," celetuk North sembari mengetuk-ngetuk tangan East dengan lembut. Yang benar saja, orang tidur diganggu. Kalau aku jadi East, pasti sudah ngamuk ke North karena mengganggu bobo cantik.
" Eh, jangan. Nanti dia bangun, terus cekek kita sampe mati gimana? Kamu mau tanggung jawab?," ucapku dengan menggelengkan kepalaku dengan cepat. Aku tidak mau mati konyol karena mengganggu orang tidur.
Namun, tiba-tiba saja, East seperti bergerak-gerak seperti ikan yang butuh air untuk hidup. Awalnya aku dan North berpikir kalau East hanya mimpi buruk.
" East mimpi buruk ya? Coba aku lihat," ucap North sembari melihat East yang menggelepar seperti ikan. Aku hanya ikut melihat dan tiba-tiba saja hal mengejutkan terjadi.
" SOUTH NORTH, EAST ENGGAK APA APA KAN???," teriak West dengan keras dan langsung menghampiri East dan menepuk-nepuk ( tepatnya menampar ) pipi East dan berkata " bangun bangun ". Awalnya aku bengong hingga aku sadar kalau East seperti kesurupan. Langsung saja aku dan North ikut membangunkan East. Dari mencubitnya hingga menyiramnya dengan air dingin. Enggak nyiram juga sih, hanya mencipratkan air saja ke wajah East.
" Gimana nih, harus panggil guru dulu enggak?," tanya West dengan tidak sabar. Kurasa tidak. East tidak seperti kesurupan. Mungkin ia mengalami epilepsi(?). Tidak mungkin ia kerasukan. Sepertinya ia hanya mimpi buruk.
Mungkin memang tidak kesurupan. Tuh, buktinya East bangun.
" Argh!! Gila. Barusan aku mimpi sesuatu yang gila. Aneh. Enggak ngerti aku. Ngantuk. Tapi aku takut mimpiin itu lagi," ucap East saat ia terbangun dan langsung dipeluk North. Ternyata memang mimpi buruk. Tapi, baru kali ini aku melihat East mimpi buruk sampai menggelepar seperti kerasukan setan.
" Memangnya kamu mimpi apa East?," tanyaku dengan rasa ingin tahu.
~●~
South
Hmm.. ada apa West?," tanyaku setelah makan malam selesai. Ia menanyakan tentang Southeast Dasa, anak yang tadi siang menanyakanku. Aku hanya berkata padanya kalau aku hanya teman biasa dan ketika kami bertemu, kami suka ngobrol.
" Sadar enggak sih, tadi siang Dasa sempat melewati kamar kita? Pas aku keluar kamar, aku lihat Dasa di lorong, kelihatan seperti sedang mengawasi kita gitu. Teruskan, aku jalan-jalan ke luar buat foto-foto, nah, aku merasa ada yang mengikutiku. Awalnya, aku pikir bukan Dasa yang mengikutiku. Namun, setelah aku melihat-lihat foto-fotoku itu, ada Dasa disitu sedang memperhatikanku. Aneh kan?
Nah, enggak di situ aja. Dia tiba-tiba nyamperin aku dan bilang kalau East dalam bahaya. Dan dia bilang kalau kita berempat dalam bahaya juga. Awalnya, aku enggak percaya. Tapi, dia meyakinkanku dan memberiku sesuatu. Sebuah buku. Buku kuno beratus-ratus tahun yang lalu. Dia bilang, jangan beritahu siapa-siapa, tapi, aku boleh memberi tahu padamu. Kenapa East dan North enggak boleh tahu?. Saat aku tanyakan itu ke Dasa, dia langsung hilang. Aku yakin dia langsung hilang," cerita West dengan panjang lebar. Sepertinya kurang panjang.
Berarti, Dasa memberikan buku itu juga ke West. Tapi East dan North tidak boleh tahu. Kenapa?
" Buku sihir itu dari Dasa kan?," tebak West dan aku hanya diam. Dua Luminosa tahu dan dua Luminosa tidak tahu. Dasa bukan seorang Luminosa, tapi kenapa ia punya buku itu?
" Udahlah, enggak usah dipikirin. Tidur dulu aja yakan. Besok hari Sumigde," ucap West sembari mematikan lampu.
Selamat malam.
Satude, 19 Novimbina 3k16
Komentar
Posting Komentar